Penggunaan simbol-simbol Islam dalam praktek kapitalisme di Indonesia saat ini sangat mudah kita temui di ranah modernitas kota. Bagaimana tidak, agar menarik minat para masyarakat simbol Islam (yang mengedepankan kedamaian tanpa ada praktek yang merugikan pihak-pihak tertentu)digunakan sebagai perisai kapitalisme.
Dalam bidang ekonomi, hal perbankan yang paling menonjol dalam penggunaan simbol Islam didalamnya. "Syariah", kata yang sudah tak asing lagi dalam dunia perbankan di Indonesia.Pengertian syariah pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Tetapi pada kenyataanya prinsip-prinsip tersebut diatas tidak diimplementasikan di perbankan Indonesia. Parahnya, justru prinsip kapitalisme yang lebih mencuat daripada tema syariah yang disematkan. Kapitalisme yang cenderung lebih menjamin bagi para investor pasti akan digunakan, daripada prinsip syariah yang cenderung ribet dengan ketentuan-ketentuannya.
Dengan adanya wacana faktual seperti ini mungkin kita sebagai muslim harus peka terhadap kondisi sosial sekitar, agar Islam sebagai landasan kehidupan kita tidak menjadi suatu tema permainan bagi para konglomerat duniawi yang tidak menindahkan kaidah dan etika dalam menghormati kepercayaan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar