Senin, 12 Maret 2012
Dari Unsur Sinkretis ke Islam Modern : Perubahan Pemahaman Agama Masyarakat Kauman Yogyakarta tahun 1900-1950.
*Disadur dari buku Sejarah Kauman oleh Ahmad Adaby Darban.
Pada periode tahun 1900-1950 menjadi periode yang sangat penting bagi kampung Kauman Yogyakarta. Kampung Kauman ini bukanlah satu-satunya yang hanya berada di Indonesia. Tetapi banyak kampung-kampung Kauman lain yang muncul di banyak derah Jawa. Pada umumnya dalam konstruksi masyarakat Jawa, Kauman adalah kampung yang dibentuk di sekitar wilayah Kraton dan alun-alun (tepatnya di sebelah barat) untuk mencerminkan religiusitas Kota atau Kabupaten tersebut dan sebagi hunian para Abdi Dalem Pamethakan beserta keluarganya. Akan tetapi ada suatu pembeda yang membedakan Kauman Yogyakarta dengan Kauman-Kauman lainnya, yaitu bahwa Kauman Yogyakarta merupakan sebuah kampung yang menjadi cikal bakal muncul dan berkembangnya sebuah organisasi Islam yang dipimpin oleh K.H. Ahmad Dahlan yaitu Muhammadiyah. Sebenarnya di Yogyakarta bukan hanya Kauman yang menjadi titik sentral berkembangnya Muhammadiyah, tetapi ada 3 kampung yang kemudian dikenal dengan 3K yaitu Kauman, Kotagede, dan Karang Kajen. Kota Gede yang dulunya diketahui sebagai ibukota Kerajaan Mataram sebagai kampung yang cukup progres dan cepat dalam menerima pengaruh serta pikiran-pikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang Islam yang berdasar pada Al-Qur’an dan as-sunnah. Sedangkan Karang Kajen merupakan kampung lain yang juga menerima reformasi Islam ke bentuk aslinya yang juga didapat dari pemikir-pemikir dari Timur Tengah seperti Ibnu Taimiyah, Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh, Rosyid Ridlo, dan sebagainya selain K.H. Ahmad Dahlan itu sendiri. Di Karang Kajen juga dimakamkan beberapa pemimpin Muhammadiyah dari periode ke periode seperti K.H. Ahmad Dahlan, K.H. A.R. Fakhruddin, dan K.H. Ahmad Azhar Basyir.
Kauman dahulunya merupakan kampung yang memegang tradisi paham Islam tradisional, yang mana Islam tradisional ini berakulturasi dengan animisme dan dinamisme. Islam seperti ini lebih mendekati ke arah bid’ah dan khurafat . Praktik dari Islam tradisional lebih menekankan pada sejumlah upacara-upacara di hari-hari atau waktu tertentu yang dianggap penting dengan menyertakan sesajen dalam setiap upacara. Hal ini tentu tidak sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam yang sebenarnya yang tidak mengenal sesajen. Dalam perkembangannya Muhammadiyah tidak berkembang secara mulus dan lurus, ada hambatan dan pertentangan yang menjadi bumbu perkembanganya. Hambatan tersebut berupa sanksi sosial dan pelecehan yang diterima K.H.A. Dahlan serta gangguan fisik dari penguasa tradisional Kraton Yogyakarta yaitu K.K. Pengulu Cholil Kamaludiningrat yang masih memegang paham tradisional dalam Islamnya. Gangguan tersebut berupa perusakan Langgar Kidul K.H.A. Dahlan yang mana tempat tersebut merupakan tempat utama yang digunakan dalam dakwah reformasi Islam yang dilakukan beliau. Akan tetapi dukungan pun juga datang seiring dengan berkembangnya Muhammadiyah, dukungan tersebut datang dari kerabat K.K. Penghulu Muhammad Kamaludiningrat yang menggantikan K.K. Penghulu Cholil Kamaludiningrat sebagai petinggi Masjid Besar Kraton Yogyakarta.
Perubahan yang tampak dari berkembangnya Muhammadiyah ini tidak hanya dari bidang keagamaannya tetapi juga dari bidang lainya seperti, bidang pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kepemimpinan dan kewanitaan. Perubahan dalam bidang keagamaan adalah berubahnya paham Islam tradisional yang sinkretis dengan kepercayaan pra-Islam kepada kehidupan beragama Islam yang murni, bersumber pada Al-Qur’an dan as-sunnah. Selain itu adanya perubahan terhadap ketergantungan umat dalam memahami ajaran Islam denga ber-taqlid kepada para ulama berubah pada kebebasan mempelajari kitab suci Al-Qur’an dan as-sunnah dan menjalankan ijtihad .
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar