Oleh :
Bachtiar Ridho E.
Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga
Upacara
Tradisional Suran dalam Sejarah
Upacara
tradisional ini muncul di daerah terpencil di lereng Gunung Wilis tepatnya di
Desa Ngliman, Kabupaten Nganjuk. Upacara tradisional Suran ini berintikan pensucian terhadap benda-benda pusaka,
pembagian air suci, dan ziarah makam Kyai Ngliman. Saat ini upacara ini masih
bertahan di desa tersebut akan tetapi terdapat sedikit perbedaan atau perubahan
dari struktur upacara karena pergeseran budaya dalam periode sebagai suatu
dampak dari pembangunan.
Prosesi
Upacara Tradisional Suran
Upacara ini terdiri dari beberapa tahap, akan tetapi
sebelum masuk ke upacara inti, jauh-jauh hari sebelumnya dilaksanakan beberapa
upacara yang merupakan upacara pendahuluan dan upacara pendahuluan ini
dilakukan sampai 3 kali. Adapun urutan
upacara antara lain :
1.
Dilaksanakan
pada tanggal 25 bulan Ruwah yang dinamakan upacara bukak Pundhen. Pada upacara
ini seluruh masyarakat mengadakan selamatan bersama. Di masing-masing Dukuh
dilaksanakan di rumah Kamituwo masing-masing. Setelah selesai selamatan
biasanya diteruskan dengan acara hiburan dan permainan anak-anak.
2.
Upacara kedua
ini dilaksanakan tepat pada tanggal 1 Syawal, sesaat setelah shalat Idul Fitri,
yaitu dengan mengadakan selamatan di Masjid Ngliman. Adapun perlengkapan
selamatan ini adalah : 2 wadah berkat/takir makanan, satu wadah berisi nasi
kuning dan telur dadar dan satu wadah
nasi ditambah kue-kue. Setelah selamatan selesai dilanjutkan dengan saling
berma’af-ma’afan, kemudian saling berkunjung antar tetangga.
3.
Upacara yang
ketiga dilaksanakan pada bulan Suro, dimana upacara ini merupakan puncak dari
rangkaian upacara-upacara sebelumnya. Pelaksanaannya ditetapkan diantara 3
macam hari, yaitu : Jum’at Legi, Jum’at Wage, atau Senin Wage. Pemilihan
tersebut didasarkan pada anggapan mana yang lebih baik, atau letaknya
berdekatan dengan pertengahan bulan Suro (Bulan Purnama). Setelah hari baik
terpilih dilanjutkan dengan selamatan bersama di kediaman Kepala Desa Ngliman,
dengan perlengkapan antara lain nasi gurih dan ayam ingkung. Setelah itu
dilaksanakan siraman (penyucian) benda-benda pusaka yang berbentuk pedang,
pisau dan wayang kayu.
Setelah acara
memandikan benda-benda pusaka selesai, dilanjutkan pembagian air suci dari
dalam kendi pusaka yang sehari sebelumnya diisi air dari Sedudo. Pembagian air
ini dilakukan di makam Kyai Ngliman yang dilakukan oleh sesepuh desa dengan
didampingi juru kunci makam. Dalam prosesi ini warga saling berebut air suci
walaupun hanya setetes, bahkan menyentuh kendi saja sudah puas. Warga
beranggapan bahwa banyaknya air yang kita dapatkan itu sebagai gambaran
banyaknya rejeki atau anugerah yang kita dapatkan di kemudian hari.
Setelah prosesi
pembagian air suci, selanjutnya adalah ziarah ke makam Kyai Ngliman secara
perorangan. Akan tetapi untuk kesempurnaan ziarah ke Makam Kyai Ngliman kita
diwajibkan untuk mensucikan diri di Air Terjun Sedudo.
Maksud
dan Tujuan Serta Pelaku dan Masyarakat Pendukung dari Tradisi Suran
Tradisi Upacara Suran ini merupakan
suatu tradisi akulturasi antara budaya Islam dengan budaya animisme dan dinamisme.
Yang mana tradisi ini mempunyai suatu maksud bahwa upacara ini sebagai sarana
perkumpulan seluruh warga di lingkup Ngliman maupun Nganjuk dan sekitarnya. Dimana
lewat tradisi seperti ini komunikasi dan silaturrahmi dapat terjalin antar
elemen masyarakat di tiap desa. Sekaligus tradisi ini mempunyai tujuan sebagai
suatu bentuk pelestarian tradisi dan budaya masyarakat serta sebagai suatu
sarana transformasi budaya luhur dari para sesepuh terhadap generasi muda.
Pelaku daripada tradisi Suran ini adalah secara khusus
masyarakat Desa Ngliman dan secara umum yaitu masyarakat Nganjuk dan sekitarnya
dengan dipandu para pemimpin adat atau sesepuh desa. Masyarakat pendukung
tradisi ini yaitu masyarakat Desan Ngliman dengan beberapa Dukuh dalam lingkup
Desa Ngliman.
Alat-Alat
(Benda Pusaka) Yang Dipakai Saat Upacara
·
Kendi Pusaka : tingginya sekitar kurang lebih
25cm. Diisi dengan air dari Air Terjun
Sedudo
Sedudo
·
Senjata Pusaka : berjumlah 4 buah masing-masing
bernama Kyai Srabat, Kyai Endel
dan Kyai Kembar. Berbentuk seperti pedang tetapi bagian
pangkalnya membengkok seperti kapak.
dan Kyai Kembar. Berbentuk seperti pedang tetapi bagian
pangkalnya membengkok seperti kapak.
·
Wayang Kayu : disebut juga sebagai wayang
klitik atau wayang krucil, berjumlah 3
buah dan terbuat dari kayu jati. Wayang tersebut diberi nama Eyang
Bondan, Eyang Jokotruno dan Eyang Betik. Semua wayang
disimpan di gedhong pusoko di utara masjid Ngliman.
buah dan terbuat dari kayu jati. Wayang tersebut diberi nama Eyang
Bondan, Eyang Jokotruno dan Eyang Betik. Semua wayang
disimpan di gedhong pusoko di utara masjid Ngliman.
Daftar
Pustaka :
Harimintadji,
Drs. 1995. Nganjuk dan Sejarahnya. Keluarga : Nganjuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar