Kamis, 01 November 2012

Upacara Tradisional Suran di Desa Ngliman Kab. Nganjuk


Oleh    :
Bachtiar Ridho E.
Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Airlangga

Upacara Tradisional Suran dalam Sejarah

Upacara tradisional ini muncul di daerah terpencil di lereng Gunung Wilis tepatnya di Desa Ngliman, Kabupaten Nganjuk. Upacara tradisional Suran ini berintikan pensucian terhadap benda-benda pusaka, pembagian air suci, dan ziarah makam Kyai Ngliman. Saat ini upacara ini masih bertahan di desa tersebut akan tetapi terdapat sedikit perbedaan atau perubahan dari struktur upacara karena pergeseran budaya dalam periode sebagai suatu dampak dari pembangunan.

Prosesi Upacara Tradisional Suran

            Upacara ini terdiri dari beberapa tahap, akan tetapi sebelum masuk ke upacara inti, jauh-jauh hari sebelumnya dilaksanakan beberapa upacara yang merupakan upacara pendahuluan dan upacara pendahuluan ini dilakukan sampai 3 kali.  Adapun urutan upacara antara lain :
1.      Dilaksanakan pada tanggal 25 bulan Ruwah yang dinamakan upacara bukak Pundhen. Pada upacara ini seluruh masyarakat mengadakan selamatan bersama. Di masing-masing Dukuh dilaksanakan di rumah Kamituwo masing-masing. Setelah selesai selamatan biasanya diteruskan dengan acara hiburan dan permainan anak-anak.

2.      Upacara kedua ini dilaksanakan tepat pada tanggal 1 Syawal, sesaat setelah shalat Idul Fitri, yaitu dengan mengadakan selamatan di Masjid Ngliman. Adapun perlengkapan selamatan ini adalah : 2 wadah berkat/takir makanan, satu wadah berisi nasi kuning dan telur dadar  dan satu wadah nasi ditambah kue-kue. Setelah selamatan selesai dilanjutkan dengan saling berma’af-ma’afan, kemudian saling berkunjung antar tetangga.

3.      Upacara yang ketiga dilaksanakan pada bulan Suro, dimana upacara ini merupakan puncak dari rangkaian upacara-upacara sebelumnya. Pelaksanaannya ditetapkan diantara 3 macam hari, yaitu : Jum’at Legi, Jum’at Wage, atau Senin Wage. Pemilihan tersebut didasarkan pada anggapan mana yang lebih baik, atau letaknya berdekatan dengan pertengahan bulan Suro (Bulan Purnama). Setelah hari baik terpilih dilanjutkan dengan selamatan bersama di kediaman Kepala Desa Ngliman, dengan perlengkapan antara lain nasi gurih dan ayam ingkung. Setelah itu dilaksanakan siraman (penyucian) benda-benda pusaka yang berbentuk pedang, pisau dan wayang kayu.

Setelah acara memandikan benda-benda pusaka selesai, dilanjutkan pembagian air suci dari dalam kendi pusaka yang sehari sebelumnya diisi air dari Sedudo. Pembagian air ini dilakukan di makam Kyai Ngliman yang dilakukan oleh sesepuh desa dengan didampingi juru kunci makam. Dalam prosesi ini warga saling berebut air suci walaupun hanya setetes, bahkan menyentuh kendi saja sudah puas. Warga beranggapan bahwa banyaknya air yang kita dapatkan itu sebagai gambaran banyaknya rejeki atau anugerah yang kita dapatkan di kemudian hari.

Setelah prosesi pembagian air suci, selanjutnya adalah ziarah ke makam Kyai Ngliman secara perorangan. Akan tetapi untuk kesempurnaan ziarah ke Makam Kyai Ngliman kita diwajibkan untuk mensucikan diri di Air Terjun Sedudo.

Maksud dan Tujuan Serta Pelaku dan Masyarakat Pendukung dari Tradisi Suran

Tradisi Upacara Suran ini merupakan suatu tradisi akulturasi antara budaya Islam dengan budaya animisme dan dinamisme. Yang mana tradisi ini mempunyai suatu maksud bahwa upacara ini sebagai sarana perkumpulan seluruh warga di lingkup Ngliman maupun Nganjuk dan sekitarnya. Dimana lewat tradisi seperti ini komunikasi dan silaturrahmi dapat terjalin antar elemen masyarakat di tiap desa. Sekaligus tradisi ini mempunyai tujuan sebagai suatu bentuk pelestarian tradisi dan budaya masyarakat serta sebagai suatu sarana transformasi budaya luhur dari para sesepuh terhadap generasi muda.

            Pelaku daripada tradisi Suran ini adalah secara khusus masyarakat Desa Ngliman dan secara umum yaitu masyarakat Nganjuk dan sekitarnya dengan dipandu para pemimpin adat atau sesepuh desa. Masyarakat pendukung tradisi ini yaitu masyarakat Desan Ngliman dengan beberapa Dukuh dalam lingkup Desa Ngliman.

Alat-Alat (Benda Pusaka) Yang Dipakai Saat Upacara

·         Kendi Pusaka              : tingginya sekitar kurang lebih 25cm. Diisi dengan air dari Air Terjun
                                           Sedudo

·         Senjata Pusaka            : berjumlah 4 buah masing-masing bernama Kyai Srabat, Kyai Endel
                                           dan Kyai Kembar. Berbentuk seperti pedang tetapi bagian
                                           pangkalnya membengkok seperti kapak.

·         Wayang Kayu             : disebut juga sebagai wayang klitik atau wayang krucil, berjumlah 3
                                           buah dan terbuat dari kayu jati. Wayang tersebut diberi nama Eyang
                                           Bondan, Eyang Jokotruno dan Eyang Betik. Semua wayang
                                           disimpan di gedhong pusoko di utara masjid Ngliman.

Daftar Pustaka :

Harimintadji, Drs. 1995. Nganjuk dan Sejarahnya. Keluarga : Nganjuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar